Tanda Orang Buta Mata Hatinya atau bashirah (mata hati) menurut kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari
BELIMBINGWENING.COM – Selain dianugerahi indera pengelihatan yakni mata, manusia juga diberi anugerah mata hati. Mata hati disebut juga dengan bashirah, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surah Al-Isra ayat 72:
وَمَن كَانَ فِى هَٰذِهِۦٓ أَعْمَىٰ فَهُوَ فِى ٱلْءَاخِرَةِ أَعْمَىٰ وَأَضَلُّ سَبِيلًا
“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra: 72)
Berikut ini akan dijelaskan tanda orang buta mata hatinya menurut kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari pasal 5 tentang tanda butanya mata hati atau makna bashirah.
Al-Hikam Pasal 5:
Tanda Butanya Mata Hati
اِجْتِهادُكَ فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ
“Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu (bashirah).”
Kata bashirah digunakan untuk mengartikan “mata hati” yang memiliki fungsi yang jelas. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak kata yang menggunakan kata bashirah, seperti firman Allah Swt:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.” (QS. Al-Baqarah: 6)
Bashirah itu bukan untuk melihat hal-hal di luar diri, akan tetapi untuk melihat kebenaran hakikat. Bashirah adalah untuk melihat al-Haqq yakni Allah Swt. Allah Swt berfirman:
سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tidakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fussilat: 53)
Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang sudah dijamin Allah Swt seperti rezeki, dan meninggalkan apa yang menjadi perintah Allah Swt, itulah tanda butanya mata hati seseorang. Allah Swt berfirman:
وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا ٱللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
Artinya: Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Ankabut: 60).
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132).
Maka kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu terhadap Kami, dan Kami melengkapi bagimu bagian Kamu. Di sini ada dua perkara:
Yang dijamin oleh Allah Swt, maka jangan menuduh atau berburuk sangka kepada Allah Swt. Yang dituntut (menjadi kewajiban bagimu) kepada Allah Swt, maka jangan abaikan.
Dalam sebuah hadits Qudsy yang artinya: “Hambaku, taatilah semua perintah-Ku, dan jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, (jangan mengajari kepada-Ku apa yang menjadi kebutuhanmu).”
Syekh Ibrahim al-Khawwas berkata: “Jangan memaksa diri untuk mencapai apa yang telah dijamin dan jangan menyia-nyiakan (mengabaikan) apa yang diamanatkan kepadamu.”
Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha untuk mencapai apa yang sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kepadanya. Maka buta mata hatinya dan sangat bodoh.