Pentingnya ikhlas dalam beramal membuat hidup menjadi tenang dan tanpa beban pikiran. Ikhlas beramal merupakan sifat yang baik karena tidak mengharap balasan atau pujian
BELIMBINGWENING.COM – Pentingnya Ikhlas dalam beramal tanpa mengharapkan balasan semata-mata karena Allah Swt. Jadi ketika memberikan sesuatu, misalnya sedekah hendaknya tidak mengharapkan pujian atau ingin dihormati. Akan tetapi apa yang dilakukan semata-mata karena Allah Swt.
Berikut ini akan di jelaskan makna amal dan ikhlas dalam maqolah ke-10 kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari.
Al-Hikam Pasal 10:
Amal dan Ikhlas
الاَعمالُ صوَرٌ قاءمة ٌ وَارواحُها وجودُ سِرِّ الاخلاصِ فيها
“Amal itu semata bentuk-bentuk yang tampil, adapun roh-roh yang menghidupkannya adalah terdapatnya rahasia ikhlas dalam amal perbuatan itu.”
Amal adalah gerakannya badan lahir atau hati, amal itu digambarkan sebagai tubuh atau jasad. Sedangkan ikhlas itu sebagai rohnya yakni badan tanpa roh berarti mati. Amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya dengan adanya ikhlas.
Allah Swt berfirman:
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
إِنَّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ فَٱعْبُدِ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2)
Setiap hamba bahwa semua amal perbuatan semata-mata karunia Allah Swt kepadanya. Sebab Allah Swt memberi hidayah dan taufik serta karunia-Nya. Amal abrar (berbakti) dinamakan amal lillah atau beramal karena Allah Swt. Sedangkan amal muqarrabin dinamakan amal billahi atau beramal dengan bantuan karunia Allah Swt.
Amal lillah menghasilkan sekadar memperhatikan hukum lahir, sedangkan amal billahi menembus ke dalam perasaan hati.
Seorang guru berkata: “Perbaikilah amal perbuatanmu dengan ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu dengan perasaan tidak ada kekuatan sendir, sedang semua kejadian itu hanya semata-mata bantuan pertolongan Allah Swt.”
Imam Hasan Al-Bashri, barkata, “Aku pernah bertanya kepada sahabat Hudzaifah tentang ikhlas, beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw ikhlas itu apa, beliau menjawab: Aku pernah menanyakan tentang ikhlas itu kepada malaikat Jibril dan beliau menjawab: Aku pernah bertanya tentang hal itu kepada Allah Swt, dan Ia menjawab: “ikhlas ialah rahasia di antara rahasia-rahasia-Ku yang Kutitipkan di hati hamba-Ku yang Aku cintai.”
Ikhlas itu berbeda/bertingkat sesuai dengan perbedaan orang yang beramal. Keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada riya’ yang nampak ataupun yang tersembunyi.
Sedang tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah Swt kepada hamba-Nya ,dan supaya diselamatkan dari neraka-Nya.
Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt, yang beramal hanya karena mengagungkan Allah Swt, karena hanya Allah Swt dzat yang wajib di Agungkan, tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka.
Sayyidah Rabi’ah al-‘Adawiyyah bermunajat pada Allah Swt: “Ya Allah, saya beribadah kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu.” Perkataan ini masih menganggap dirinya yang beribadah (mengaku bisa beribadah).
Keikhlasan orang-orang yang sudah Ma’rifat kepada Allah Swt. Mereka selalu melihat kepada Allah Swt, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas kehendak Allah Swt. Mereka tidak merasa kalau bisa beramal,kecuali diberi pertolongan oleh Allah, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri.
Alkisah, pada suatu hari Rasulullah Saw sedang berkumpul dengan beberapa sahabat, datanglah seorang wanita kafir membawa beberapa biji buah jeruk sebagai hadiah. Rasulullah Saw menerimanya dengan senyum gembira. Lalu mulailah jeruk itu dimakan oleh Rasulullah Saw dengan tersenyum, sebiji demi sebiji hingga habislah semua jeruk tersebut.
Maka ketika wanita itu meminta izin untuk pulang, salah seorang sahabat segera bertanya, “Mengapa tidak sedikit pun Rasulullah Saw menyisakan jeruk tadi untuk sahabat lainnya.”
Rasulullah Saw menjawab, “Taukah kamu, sebenarnya buah jeruk itu terlalu asam sewaktu saya merasakan pertama kali. Kalau kalian tutur makan, saya takut ada di antara kalian yang akan mengernyitkan dahi atau memarahi wanita tersebut. Saya takut hatinya akan tersinggung. Sebab itu saya habiskan semuanya.”
Akhlak yang agung seperti di atas tidak dapat dipoles di permukaan, tetapi semata-mata karena ada cahaya ikhlas yang sudah tertanam di dalam hati. Dalam sebuah hadis qudsi yang tercantum juga di kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah karya Abu Al-Qasim Al-Qusyairi.
Rasulullah Saw bersabda:
قال النبي صلى الله عليه وسلم سألت جبريل عن الإخلاص ما هو فقال جبريل عليه السلام سألت رب العزة عن الإخلاص ما هو فقال رب العزة الإخلاص سر من سري أودعته قلب من أحببت من عبادي.
“Nabi bertanya kepada Jibril tentang makna ikhlas. Apakah ikhlas itu? Jibril menjawab “aku telah menanyakan hal itu kepada Tuhan, dan Dia menjawab: itu merupakan salah satu rahasia-Ku yang aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang aku cintai” (HR Muslim)