Silsilah Sunan Kalijaga mulai menjadi Brandaloka Jaya bertemu Sunan Bonang hingga perjalanan spiritual dan makrifat sunan Kalijaga menjadi wali
BELIMBINGWENING.COM – Silsilah Sunan Kalijaga memiliki nama asli Raden Syahid atau disebut pula dengan Syaikh Melaya karena beliau adalah putera Tumenggung Melayakusuma di Jepara. Tumenggung Melayakusuma semula berasal dari seberang, keturunan Adipati Tuban oleh Sri Prabu Brawijaya, sehingga ia berganti nama dengan Tumenggung Wilatikta. (Majapahit).
Kemungkinan besar Tumengung Melayakusuma adalah seorang imigran Jawa pada koloni Jawa di Malaka yang setelah memeluk agama Islam di Malaka, kemungkinan dia kembali lagi dan seterusnya menetap di Jawa.
Mengenai kapan hari kelahiran dan wafat Sunan Kalijaga tidak di ketahui dengan pasti, hanya diperkirakan ia mencapai usia lanjut. Diperkirakan lahir kira-kira 1450 M.
Berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia kira-kira 20 tahun. Yakni pada tahun 1470 M. Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya, yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai dengan akhir abad ke-16.
Sedangkan menurut Umar Hayim Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan mendapatkan 3 orang putera yaitu Raden Umar said yang kemudian bergelar Sunan Muria, Dewi Rukayah dan Dewi sofiah.
Masa hidupnya Sunan Kalijaga mengalami 3 masa pemerintahan yaitu masa akhir Majapahit (Kerajaaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M.), zaman Kasultanan Demak (berdiri pada tahun 1481-1546 M.) dan kesultanan Pajang (diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M.) Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai akhir abad ke-16.
Tentang asal usul keturunannya ada beberapa pendapat bahwa Sunan Kalijaga kelahiran Arab asli, keturunan Cina dan ada pula yang menyatakan keturunan Jawa asli. Masing-masing pendapat mempunyai sumber-sumber yang berbeda.
Menurut buku “De Hedramaut et les colonies Arabies and Archipel Indien” Karya Mr. CL.N. Van den Berg, Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab asli. Tidak hanya sunan Kalijaga akan tetapi semua wali yang ada di Jawa adalah keturunan Arab.
Menurut buku tersebut silsilah Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut: Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad), berputera Abbas, berputera Abdul Wakhid, berputera Abdullah, berputera Madro’uf, berputera Arifin, berputera Abbas, berputera Kourames, berputera Abdur Rakhim (Ario Tejo, Bupati Tuban), berputera Tejo Laku (Bupati Majapahit), berputera Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputera Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) berputera Raden Syahid (Sunan Kalijaga).
Kemudian yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga keturunan Cina adalah didasarkan pada buku “kumpulan ceritera lama dari kota wali (Demak)” yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh “Wahyu” menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said.
Dia adalah keturunan Cina bernama Oei Tik Too yang mempunyai putera bernama Wilatikta (Bupati Tuban). Bupati Wilatikta ini mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir dipanggil Said.
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga berdarah Jawa asli, didasarkan atas sumber keterangan yang berasal dari keturunan dari sunan Kalijaga sendiri. Silsilah menurut pendapat yang ketiga ini menyatakan bahwa moyang Kalijaga adalah seorang panglima Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, yakni Ronggolawe yang kemudian diangkat menjadi Bupati/Adipati Tuban.
Seterusnya Adipati Ronggolawe berputera Aria Teja I (Bupati Tuban), berputera Aria Teja II (Bupati Tuban) berputera Aria Teja III (bupati Tuban) berputera Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputera Raden Mas Said (Sunan Kalijaga). Menurut keterangan Aria Teja I dan II masih memeluk agama Shiwa. Hal ini terbukti dari makamnya yang berada di Tuban yang memakai tanda Syiwa. Sedangkan Aria Teja III sudah memeluk agama Islam.
Perjalanan makrifat Sunan Kalijga
Sunan Kalijaga adalah seorang berandal yang terkenal dengan sebutan Lokajaya. Raden Syahid setelah meninggalkan Kadipaten Tuban terkenal sebagai pengadu ayam dan juga sebagai penyamun/perampok.
Suatu hari Lokajaya bertemu dengan seorang ulama (yang tidak lain adalah Sunan Bonang) dengan pakaian yang nampak serba indah dan serba mahal harganya Lokajaya segera menghentikannya dan meminta mereka dan semua yangdibawa, kalau berani menolak maka akan dibunuh. Lokajaya terkejut ketika orang setengah baya tersebut menyebut namanya dan memiKalijaga melihat pohon aren.
Alangkah terkejutnya Lokajaya melihat buah kolang kaling itu adalah emas. Tampak pada pandangan Lokajaya semua tirisan kolang kaling tersebut adalah emas yang berkilau indah dalam sinar matahari. Kemudian / seketika Lokajaya berjongkok kepada orang tersebut sambil meminta maaf dan minta supaya diterima sebagai muridnya.
Berkat dakwahnya Sunan Bonang, berandal Lokajaya bertobat kejalan yang benar bahkan menjadi ulama yang berhak mendapat kehormatan yaitu menjadi wali penutup dan wali pusat. Kemudian berandal Lokajaya atau Raden Syahid bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga. Tentang asal usul Sunan Kalijaga berasal dari perkataan Jaga Kali.
Sunan Bonang yang merupakan guru Raden Syahid (Sunan Kalijaga) kemudian mengujinya untuk menunggu kali atau bertapa. Setelah lama dipendam di kali Sunan Bonang baru teringat tentang Raden Syahid.
Kemudian Sunan Bonang beserta sahabatnya pergi ke tempat Raden Syahid dipendam untuk mengeluarkannya. Raden Syahid telah menjadi mayat, akan tetapi tubuhnya tidak membusuk hanya tinggal tulang dan kulit. Kemudian mayat Raden Syahid dibawa ke Ngampel Gading untuk dikembalikan kekuatannya. Semua wali ikut mengembalikan kakuatan Raden Syahid.
Sedikit demi sedikit kekuatannya kembali seperti semula. Dan kemudian oleh para wali Raden Syahid diangkat menjadi wali dengan sebutan SunanKalijaga. Sunan Kalijaga adalah satu-satunya wali dan faham yang mendalami segala pergerakan aliran atau agama yang hidup dikalangan rakyat. Sunan Kalijaga sangat terkenal disegala lapisan masyarakat Jawa.
Beliaulah yang banyak mendekati rakyat baik itu dari kalangan raja-raja, para penguasa dan juga dari kalangan rakyat jelata dan orang-orang kecil didesa-desa.
Sumber Bacaan:
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Mizan, Bandung, 1995